• This is Slide

    Sharing Knowledge is Power

  • This is Slide

    Sharing Knowledge is Power

  • This is Slide

    Sharing Knowledge is Power

  • This is Slide

    Sharing Knowledge is Power

Monday, August 14, 2017

Solusi Umumku tidak bisa konek RADIO UBIQUTI

Hai semua...

Saya akan memberikan sedikit tips solusi untuk koneksi internet yang tidak bisa terkoneksi menggunakan radio ubiquti. Overall, radio yang telah terpasang ditempat saya bagus semua. Tapi kok ada ya yg masih saja tidak konek.
Nih umumnya solusi yg saya lakukan bila internet tidak terkoneksi

1. Cek Adaptor
Pastikan sobat semua memperhatikan adaptornya. Apakah sudah terpasang dengan baik, apabila sudah terpasang maka lampu berwarna putih akan nyala pertanda adaptor masih dalam keadaan baik. Nah jangan Lupa cek kabel LAN sudah tercolok dengan baik belum.

2. Cek Radionya
Saya biasanya pake firefox. Klik aja firefoxnya . oiya firefox saya nih pake bahasa inggris ya. jadi kalo sobat pake bahasa indonesia ya tinggal artiin aja lah ya. Lu orang semua kan pintar-pintar hehe

 

 ketik ip radio tempatmu lalu enter maka akan muncul di bawah ini. kalo muncul seperti gambar di bawah menandakan kondisi radio,adaptor, dan kabel LAN sudah saling terhubung. Apabila tidak muncul seperti gambar dibawah berarti ada yg belum betul. Bisa radionya, adaptornya, atau kabel LAN nya. sebenernya gak itu aja sih. Tapi kalo tempat saya biasanya itu
pilih advanced



pilih add exception

pilih confirm security exception

masukkan username dan passwordnya sobat nih.


setelah login awalnya muncul itu di menu main disana ada sinyal-sinyal gitu. disini ada sinyal kok tetep gak bisa internet. makanya klik menu service seperti gambar di bawah ni 

lalu discroll aja mouse nya lihat paling bawah ada tulisan reboot. di klik aja


klik yes
setelah reboot maka balik lagi ke menu login di awal. terus masukin lagi deh username dan passwordnya.


lihat dah ada sinyalnya dan tx/rxnya kan
Nah apabila blom ada coba ulangi lagi reboot sampai 3 kali. kalo belum bisa ya coba panggil teknisi aja. hehehe

Friday, August 11, 2017

Cara Mengatasi Notifikasi WhatsApp Dan BBM Yang Baru Masuk Saat Aplikasi Dibuka



Bagi kalian para pengguna aplikasi chatting seperti Whatsapp (WA) atau Blackberry Messenger (BBM), pasti pernah mengalami aplikasi-aplikasi chatting kalian pemberitahuan/notifikasi baru baik berupa pesan maupun buletin dan sebagainya masuk ketika aplikasi chat tersebut dibuka. .Hal ini pastinya sangat menggangu dan menjengkelkan terutama jika kalian adalah pengguna aktif. Selain itu hal ini akan menyebabkan komunikasi kalian terganggu dan tidak tepat waktu.

Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan hal-hal tersebut terjadi, bisa karena adanya gangguan pada koneksi internet, gangguan pada perangkat, pengaturan pada perangkat maupaun aplikasi aplikasi chatting tersebut. Bagi kalian yang mengalami masalah seperti ini, silahkan dibaca tips mengenai cara mengatasi notifikasi whatsapp dan bbm yang baru masuk saat aplikasi dibuka yang akan saya bagikan pada artikel ini.

Beberapa penyebab notifikasi whatsapp dan bbm ataupun mungkin aplikasi lain yang baru masuk saat aplikasi dibuka antara lain:

Gangguan koneksi internet.
salah satu yang bisa menyebabkan notifikasi whatsapp dan bbm yang baru masuk saat aplikasi dibuka yaitu gangguan pada koneksi internet. Gangguan koneksi internet kerap terjadi apalagi jika kita berada pada area yang coverage internetnya terbatas seperti diarea pedalaman yang jauh dari pusat kota. Selain itu ketersediaan paket data juga bisa jadi alasan. Aplikasi whatsapp dan BBM memerlukan koneksi internet untuk bisa digunakan. Jadi perlu kalian pastikan jumlah kuota paket internet kalian apakah masih ada atau sudah habis jika suatu ketika notifikasi whatsapp dan BBM tidak kunjung masuk.

Pengaturan Power Saving Mode
Sebagian besar penyebab notifikasi whatsapp dan bbm yang baru masuk saat aplikasi dibuka adalah pengaturan pada mode hemat daya. Fitur hemat daya merupakan fitur yang dimiliki semua ponsel android. Fitur ini tentu saja sesuai namanya yaitu untuk menghemat daya guna memperpanjang masa hitup baterai ponsel. Namun perlu diketahui bahwa cara kerja dari fitur ini pada mode tertentu salah satunya yaitu dengan mematikan koneksi internet pada saat layar ponsel mati. Hal ini pastinya menyebabkan notifikasi dari aplikasi chating atau apapun yang berhubungan dengan internet tercekal juga.

Pengaturan notifikasi pada Whatsapp dan BBM
Hal lain yang menyebabkan nitifikasi whatsapp dan bbm tertunda yaitu pengaturan notifikasi pada aplikasi tersebut. Pengaturan tersebut bisa berupa opsi apakah kita ingin menampilkan notifikasi masuk atau tidak. selain itu pengaturan mengenai pembatasan data yang digunakan aplikasi tersebut juga bisa menjadi faktur pencekal notifikasi masuk.

Cara Mengatasi Notifikasi Whatsapp Dan BBM Yang Baru Masuk Saat Aplikasi Dibuka


  • Pastikan koneksi internet kalian bagus, pastikan juga kalian memiliki kouta paket internet.
  • Pastikan mode power saving yang kalian pilih bukan power saving ataupu ultra/super saving. Silahkan pilih normal atau coztumized.
  • Pada whatsapp tidak ada pengaturan (pengaturan dalm aplikasi tersebut bukan pada pengaturan ponsel) notifikasi apakah dihidupkan maupun dimatikan. Notifikasi bisa tercekal karena pembatasan penggunaan background data. Untuk mengatasinya silahkan masuk ke pengaturan ponsel, Setting > Data Usage > Whatsapp lalu pastikan restrict background data dalam keadaan mati /off. Jika menu ini kita On kan maka notifikasi atau pesan tidak akan muncul. Lakukan hal yang sama untuk BBM.
  • Pastikan pengaturan notifikasi pada aplikasi tersebut tidak diblock caranya masuk ke Setting > Apps > Whatsapp > notifications >Block All pastikan dalam kondisi mati/off. Lakukan hal yang sama untuk BBM.
  • Jika cara di atas belum berhasil, coba masuk ke setting > Apps > Whatsapp lalu pilih clear cache. Untuk pengguna os android marshmellow, setting > Apps > Whatsapp > storage lalu pilih clear cache. Lakukan hal yang sama untuk BBM.
  • Lakukan update alias pembaruan aplikasi. Silahkan cek di palystore apakah ada pembaruan. Jika ada, segerah perbaharui saja aplikasi kalian.
Demikian artikel mengenai Cara Mengatasi Notifikasi WhatsApp Dan BBM Yang Baru Masuk Saat Aplikasi Dibuka, semoga bisa membantu.

Sumber : https://www.goinsan.com/2017/01/cara-mengatasi-notifikasi-whatsapp-dan.html

Wednesday, August 9, 2017

Seputar Idul Adha



Larangan Berpuasa di Hari Raya

Dari Abu Sa’id al-Khudzri radliallahu ‘anhu,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَن صيَام يَومَينِ يَومِ الفِطرِ و يَومِ النَّحرِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang puasa pada dua hari: hari Idul Fitri dan Idul Adha. (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam an-Nawawi mengatakan: “Para ulama telah sepakat tentang haramnya puasa di dua hari raya sama sekali. Baik puasanya itu puasa nadzar, puasa sunah, puasa kaffarah, atau puasa yang lainnya. (Syarah Shahih Muslim karya an-Nawawi, 8/15)

Hukum Shalat Id

Shalat Id hukumnya wajib bagi setiap muslim. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, salah satu pendapat Imam Ahmad, dan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam dan Ibnul Qoyim. Dalil pendapat ini adalah sebagai berikut:

1. Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melaksanaknnya. Karena sejak shalat Id ini disyariatkan pada tahun kedua hijriyah, beliau senantiasa melaksanakannya sampai beliau meninggal

2. Kebiasaan para khulafa ar-Rosyidin setelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini menunjukkan bahwa shalat Id merupakan ibadah yang sangat disyariatkan dalam Islam.

3. Hadis Ummu ‘Athiyah radliallahu ‘anha, bahwa beliau mengatakan: Kami diperintahkan untuk mengajak keluar gadis yang baru baligh, gadis-gadis pingitan, dan orang-orang haid untuk menghadiri shalat Idul Fitri dan Idul Adha….(HR. Bukhari dan Muslim)

Adanya perintah menunjukkan bahwa itu wajib, karena hukum asal perintah adalah wajib

4. Shalat Id merupakan salah satu syiar Islam yang paling besar.

Adab Shalat Hari Raya

1. Mandi pada Hari Id

Dari Nafi’, beliau mengatakan

أن عبد الله بن عمر كان يغتسل يوم الفطر قبل أن يغدو إلى المصلى

bahwa Ibnu Umar radliallahu ‘anhuma mandi pada hari Idul Fitri sebelum berangkat ke lapangan. (HR. Malik dan asy-Syafi’i dan sanadnya shahih)

Al-Faryabi menyebutkan bahwa Said bin al-Musayyib mengatakan:

سنة الفطر ثلاث : الـمَشْي إِلى الـمُصَلى ، و الأَكل قَبل الخُروج، والإِغتِسال

“Sunah ketika Idul Fitri ada tiga: berjalan menuju lapangan, makan sebelum keluar (menuju lapangan), dan mandi. (Ahkamul Idain karya al-faryabi dan sanadnya dishahihkan al-Albani)

Catatan: Dibolehkan untuk memulai mandi hari raya sebelum atau sesudah subuh. Ini adalah pendapat yang kuat dalam Madzhab Syafi’i dan pendapat yang dinukil dari imam Ahmad. Allahu a’lam.

2. Berhias dan Memakai Wewangian

Dari Ibnu Abbas, bahwa pada suatu saat di hari Jumat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ هَذَا يَومُ عِيدٍ جَعَلهُ الله لِلمُسلِمِينَ فمَن جاءَ إلى الـجُمعةِ فَليَغتَسِل وَإِن كانَ عِندَه طِيبٌ فَليَمسَّ مِنهُ وَعَلَيكُم بِالسِّواكِ

“Sesungguhnya hari ini adalah hari raya yang Allah jadikan untuk kaum muslimin. Barangsiapa yang hadir jumatan, hendaknya dia mandi. Jika dia punya wewangian, hendaknya dia gunakan, dan kalian harus gosok gigi.” (HR. Ibn Majah dan dihasankan al-Albani)

3. Memakai Pakaian yang Paling Bagus

Dari Jabir bin Abdillah, beliau mengatakan:

كانت للنبي -صلى الله عليه وسلم- جُبّة يَلبسُها فِي العِيدَين ، وَ يَوم الـجُمعَة

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki jubah yang beliau gunakan ketika hari raya dan hari Jumat.” (HR. Ibn Khuzaimah dan kitab shahihnya)

Dari Ibnu Umar, beliau mengatakan: Umar bin Khathab pernah mengambil jubah dari sutra yang dibeli di pasar. Kemudian dia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Ya Rasulullah, saya membeli ini, sehingga engkau bisa berhias dengannya ketika hari raya dan ketika menyambut tamu. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menolaknya karena baju itu terbuat dari sutra. (HR. Bukhari, Muslim, dan an-Nasa’i)

Imam as-Sindi mengatakan: “…dari hadis disimpulkan bahwa berhias ketika hari raya merupakan kebiasaan yang mengakar di kalangan mereka (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat). Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkarinya, yang artinya kebiasaan itu tetap belaku… (Hasyiah as-Sindy ‘ala an-Nasa’i, 3:181)

4. Tidak Makan Sampai Pulang dari Shalat Idul Adha dengan Daging Kurban

Dari Buraidah, beliau berkata:

لاَ يَـخرجُ يَومَ الفِطرِ حَتَّى يَطعَمَ ولاَ يَطعَمُ يَومَ الأَضْحَى حَتَّى يُصلِّىَ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berangkat menuju shalat Idul Fitri sampai beliau makan terlebih dahulu, dan ketika Idul Adha, beliau tidak makan sampai shalat dahulu. (HR. At Turmudzi, Ibn Majah, dan dishahihkan al-Albani)

5. Menuju lapangan sambil berjalan dengan penuh ketenangan dan ketundukan

Dari sa’d radliallahu ‘anhu,

أنَّ النَّبـىَّ -صلى الله عليه وسلم- كانَ يَـخْرج إلَى العِيد مَاشِيًا وَيَرجِعُ مَاشِيًا

Bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju lapangan dengan berjalan kaki dan beliau pulang juga dengan berjalan. (HR. Ibn majah dan dishahihkan al-Albani)
Waktu Shalat Id

Dari Yazid bin Khumair, beliau mengatakan: suatu ketika Abdullah bin Busr, salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar bersama masyarakat menuju lapangan shalat Id. Kemudian beliau mengingkari keterlambatan imam. Beliau mengatakan:

إِنّا كُنّا قَد فَرَغنَا سَاعَتَنَا هَذه و ذلكَ حِينَ التَّسبِيح

“Kami dulu telah selesai dari kegiatan ini (shalat Id) pada waktu dimana shalat sunah sudah dibolehkan.” (HR. Bukhari secara mu’allaq dan Abu Daud dengan sanad shahih)

Keterangan: maksud: “waktu dimana shalat sunah sudah dibolehkan”: setelah berlalunya waktu larangan untuk shalat, yaitu ketika matahari terbit.

Imam Ibnul Qoyim mengatakan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan shalat Idul Fitri dan menyegerahkan shalat Idul Adha. Sementara Ibnu Umar -orang yang sangat antusias mengikuti sunah- tidak keluar menuju lapangan sampai matahari terbit. Beliau melantunkan takbir sejak dari rumah sampai tiba di lapangan. (Zadul Ma’ad, 1:425)

Syaikh Abu Bakr al-Jazairi mengatakan: Waktu mulainya shalat Id adalah sejak matahari naik setinggi tombak sampai tergelincir. Namun yang lebih utama adalah shalat Idul Adha dilaksanakan di awal waktu, sehingga memungkinkan bagi masyarakat menyelesaikan sembelihannya dan mengakhirkan pelaksanaan sahalat Idul Fitri, sehingga memungkinkan bagi masyarakat untuk membagikan zakat fitrinya. (Minhajul Muslim, hal. 278)

Tempat Pelaksanaan Shalat Id

1. Ketika di Mekah

Tempat pelaksanaan shalat Id di Mekah yang paling afdhal adalah di Masjidil Haram. Karena semua ulama senantiasa melaksanakan shalat Id di masjidil haram ketika di makah.

Imam an-Nawawi mengatakan: …ketika di Mekah, maka masjidil haram paling afdhal (untuk tempat shalat Id) tanpa ada perselisihan di kalangan ulama. (al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, 5:524)

2. Di Luar Mekah

Tempat shalat Id yang sesuai sunah adalah lapangan. Kecuali jika ada halangan seperti hujan atau halangan lainnya.

Dari Abu Sa’id al-Khudri,

كَانَ رَسُول الله -صلى الله عليه وسلم- يَـخْرجُ يَومَ الفِطرِ و الأَضحَى إلَى الـمُصلَّى، فَأَوَّلُ شَىْءٍ يَبْدَأ بِهِ الصَّلاةُ

Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju lapangan ketika Idul Fitri dan Idul Adha. Pertama kali yang beliau lakukan adalah shalat Id. (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnul Haj al-Makki mengatakan: …sunah yang berlaku sejak dulu terkait shalat Id adalah dilaksanakan di lapangan. Karena nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Shalat di masjidku (masjid nabawi) lebih utama dari pada seribu kali shalat di selain masjidku, kecuali masjidil haram.” meskipun memiliki keutamaan yang sangat besar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap keluar menuju lapangan dan meninggalkan masjid. (al-Madkhal, 2:438)

Catatan:

Dianjurkan bagi imam untuk menunjuk salah seorang agar menjadi imam shalat Id di masjid bagi orang yang lemah -tidak mampu keluar menuju lapangan-, sebagaimana yang dilakukan Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu, yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah
Adab Ketika Menuju Lapangan

1. Berangkat dan pulangnya mengambil jalan yang berbeda

Dari Jabir bin Abdillah radliallahu ‘anhuma,

إِذا كانَ يَومُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّريقَ

Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hari raya mengambil jalan yang berbeda (ketika berangdan dan pulang). (HR. Bukhari)

2. Dianjurkan bagi makmum untuk datang di lapangan lebih awal. Adapun imam, dianjurkan untuk datang agak akhir sampai waktu shalat dimulai. Karena imam itu ditunggu bukan menunggu. Demikianlah yang terjadi di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabat

3. Bertakbir sejak dari rumah hingga tiba di lapangan

Termasuk sunah, bertakbir di jalan menuju lapangan dengan mengangkat suara. Adapun para wanita maka dianjurkan tidak mengeraskannya, sehingga tidak didengar laki-laki. Dalil lainnya:

a. Riwayat yang shahih dari Ibnu Umar, bahwa beliau mengeraskan bacaan takbir pada saat Idul Fitri dan Idul Adha ketika menuju lapangan, sampai imam datang. (HR. ad-Daruquthni dan al-Faryabi dan dishahihkan al-Albani)

b. Riwayat dari Muhammad bin Ibrahim, bahwa Abu Qotadah radliallahu ‘anhu berangkat shalat Id dan beliau bertakbir hingga tiba di lapangan. (HR. al-Faryabi dalam Ahkamul Idain)

4. Tidak boleh membawa senjata, kecuali terpaksa

Dari Said bin Jubair, beliau mengatakan: Kami bersama Ibnu Umar, tiba-tiba dia terkena ujung tombak di bagian telapak kakinya. Maka aku pun turun dari kendaraan dan banyak orang menjenguknya. Ada orang yang bertanya: Bolehkah kami tau, siapa yang melukaimu? Ibnu Umar menunjuk orang itu: Kamu yang melukaiku. Karena kamu membawa senjata di hari yang tidak boleh membawa senjata…(HR. Bukhari)

Al-Hasan al-Bashri mengatakan: Mereka dilarang untuk membawa senjata di hari raya, kecuali jika mereka takut ada musuh. (HR. Bukhari secara mu’allaq)
Wanita Haid Tetap Berangkat ke Lapangan

Disyariatkan bagi wanita untuk berangkat menuju lapangan ketika hari raya dengan memperhatikan adab-adab berikut:

Memakai jilbab sempurna (hijab)

Dari Ummu ‘Athiyah radliallahu ‘anha mengatakan:

أمرنا رسول الله -صلى الله عليه وسلم- أن نخرجهن في الفطر والأضحى: العواتق، والحيض، وذوات الخدور، فأما الحيض فيعتزلن الصلاة، ويشهدن الخير ودعوة المسلمين

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengajak keluar gadis yang baru baligh, gadis-gadis pingitan, dan orang-orang haid untuk menghadiri shalat Idul Fitri dan Idul Adha…. Saya bertanya: Ya Rasulullah, ada yang tidak memiliki jilbab? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaknya saudarinya meminjamkan jilbabnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Syarat Wanita Berangkat ke Lapangan

Pertama, Tidak memakai minyak wangi dan pakaian yang mengundang perhatian

Dari zaid bin Kholid Al Juhani radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تـمنَــعوا إماءَ الله الـمسَاجدَ، و ليَخرُجنَ تَفلاَتٍ

“Janganlah kalian melarang para wanita untuk ke masjid. Dan hendaknya mereka keluar dalam keadaan tafilaat.” (HR. Ahmad, Abu daud dan dishahihkan al-Albani)

Keterangan: Makna “tafilaat” : tidak memakai winyak wangi dan tidak menampakkan aurat

Kedua, Tidak boleh bercampur dengan laki-laki

Ummu Athiyah mengatakan:

فليكن خلف الناس يكبرنّ مع الناس

Hendaknya mereka berjalan di belakang laki-laki dan bertakbir bersama mereka. (HR. Muslim)
Sunah-sunah Ketika di Lapangan

1. Mengeraskan bacaan takbir sampai imam datang (mulai shalat)

Dari Nafi’,

كان ابنُ عُمر يـخرج يوم العيد إلى المصلى فيكبر ويرفع صوته حتى يَأتِي الإمام

Bahwa Ibnu Umar beliau mengeraskan bacaan takbir pada saat Idul Fitri dan Idul Adha ketika menuju lapangan, sampai imam datang. (HR. ad-Daruquthni dan al-Faryabi dan dishahihkan al-Albani)

Dari al-Walid, bahwa beliau bertanya kepada al-Auza’i dan Imam Malik tentang mengeraskan takbir ketika hari raya. Keduanya menjawab: Ya, boleh. Abdullah bin Umar mengeraskan takbir ketika Idul Fitri sampai imam keluar. (HR. al-Faryabi)

2. Tidak ada adzan dan qamat ketika hendak shalat

Dari Jabir bin samurah radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

صليت مع رسول الله -صلى الله عليه وسلم- العيدين غير مرة ولا مرتين بغير أذان ولا إقامة

Saya shalat hari raya bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beberapa kali, tidak ada adzan dan qamat. (HR. Muslim)

Ibnu Abbas dan jabir bin Abdillah mengatakan: Tidak ada adzan ketika Idul Fitri dan tidak juga Idul Adha. (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Tidak ada shalat sunah qabliyah dan ba’diyah di lapangan

Dari Ibn abbas,

أَنَّ النَّبِىّ -صلى الله عليه وسلم- خَرجَ يَومَ الفِطرِ، فَصلَّى رَكعَتَينِ لَـم يُصَلّ قَبلَهَا و لا بَعدَهَا و مَعَهُ بِلاَلٌ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju lapangan ketika Idul Fitri, kemudian shalat dua rakaat. Tidak shalat sunah sebelum maupun sesudahnya. Dan beliau bersama Bilal. (HR. Bukhari dan al-baihaqi)

Imam Ibnul Qoyim mengatakan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para sahabat, tidaklah melakukan shalat apapun setelah mereka sampai di lapangan. Baik sebelum shalat Id maupun sesudahnya. (Zadul Ma’ad, 1/425)

Catatan:

1. Dibolehkan untuk melaksanakan shalat sunah setelah tiba di rumah

Dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melaksanakan shalat sunah apapun sebelum shalat Id. Setelah pulang ke rumah, beliau shalat dua rakaat. (HR. Ibn Majah dan dishahihkan Al Albnai)

2. Orang yang shalat Id di masjid, tetap disyariatkan untuk melaksanakan shalat tahiyatul masjid, mengingat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إذا دخل أحدكم المسجد فلا يجلس حتى يصلي ركعتين

:Apabila kalian masuk masjid maka jangan duduk sampai shalat dua rakaat.” demikian penjelasan Syaikh Abdul Aziz bin Baz (Shalatul idain karya Sa’id al-Qohthoani)
Tata Cara Shalat Id

Pertama, sutrah (pembatas shalat) bagi imam

Dari Ibnu Umar radliallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menuju lapangan pada hari raya, beliau perintahkan untuk menancapkan bayonet di depan beliau, kemudian beliau shalat menghadap ke benda tersebut. (HR. Bukhari)

Kedua, Shalat id dua rakaat

Umar bin Khotob mengatakan:

صلاة الجمعة ركعتان، وصلاة الفطر ركعتان،وصلاة الأضحى ركعتان

“Shalat Jumat dua rakaat, shalat Idul Fitri dua rakaat, shalat Idul Adha dua rakaat…” (HR. Ahmad, an-Nasa’i dan dishahihkan al-Albani)

Ketiga, Shalat dilaksanakan sebelum khutbah

Dari Ibnu Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan: Saya mengikuti shalat Id bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu bakar, Umar, dan Utsman radliallahu ‘anhum, mereka semua melaksanakan shalat sebelum khhutbah. (HR. Bukhari dan Muslim)

Keempat, takbir ketika shalat Id

takbiratul ihram di rakaat pertama, lalu membaca do’a iftitah, kemudian bertakbir tujuh kali. Di rakaat kedua, setelah takbir intiqal berdiri dari sujud, kemudian bertakbir 5 kali

Dari Aisyah radliallahu ‘anha, bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir ketika Idul Fitri dan Idul Adha, di rakaat pertama: 7 kali takbir dan lima kalli takbir di rakaat kedua, selain takbir rukuk di masing-masing rakaat. (HR. Abu daud dan Ibn Majah dan dishahihkan al-Albani)

Al-Baghawi mengatakan: Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari kalangan shabat maupun orang-orang setelahnya. Mereka bertakbir ketika shalat Id: di rakaat pertama tujuh kali selain takbiratul ihram dan di rakaat kedua lima kali selain takbir bangkit dari sujud. Pendapat ini diriwayatkan dari Abu bakar, Umar, Ali… radliallahu ‘anhum … (Syarhus Sunah, 4:309. dinukil dari Ahkamul Idain karya Syaikh Ali Al-halabi)

Kelima, Mengangkat tangan ketika takbir tambahan

Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi mengatakan: Tidak terdapat riwayat yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengangkat kedua tangan setiap takbir-takbir shalat Id. (Ahkamul Idain, hal. 20)

Namun terdapat riwayat dari Ibnu Umar, bahwa beliau mengangkat kedua tangan setiap takbir tambahan shalat Id. (Zadul Maad, 1/425)

Al-Faryabi menyebutkan riwayat dari al-Walid bin Muslim, bahwa beliau bertanya kepada Imam malik tentang mengangkat tangan ketika takbir-takbir tambahan. Imam malik menjawab: ya, angkatlah kedua tanganmu setiap takbir tambahan…(Riwayat al-Faryabi dan sanadnya dishahihkan al-Albani)

Keterangan: Maksud takbir tambahan: takbir 7 kali rakaat pertama dan 5 kali rakaat kedua.

Keenam, dzikir di sela-sela takbir tambahan

Syaikh Ali bin Hasan Al halabi mengatakan: Tidak terdapat riwayat yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dzikir tertentu di sela-sela takbir tambahan. (Ahkamul Idain, hal. 21)

Namun terdapat riwayat yang shahih dari ibn mas’ud radliallahu ‘anhu, beliau menjelaskan tentang shalat Id:

بين كل تكبيرتين حمد لله و ثناء على الله

Di setiap sela-sela takbir tambahan dianjurkan membaca tahmid dan pujian kepada Allah. (HR. al-Baihaqi dan dishahihkan al-Albani)

Ibnul Qoyim mengatakan: Disebutkan dari Ibn Mas’ud bahwa beliau menajelaskan: (di setiap sela-sela takbir, dianjurkan) membaca hamdalah, memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Zadul Maad, 1/425)

Ketujuh, bacaan ketika shalat

Setelah selesai takbir tambahan, membaca ta’awudz, membaca al fatihah, kemudian membaca surat dengan kombinasi berikut:

1. surat Qaf di rakaat pertama dan surat Al Qomar di rakaat kedua

2. surat Al A’la di rakaat pertama dan surat Al Ghosyiah di rakaat kedua

semua kombinasi tersebut terdapat dalam riwayat Muslim, An nasai dan At Turmudzi

Kedelapan, tata cara selanjutnya

Tata cara shalat Id selanjutnya sama dengan shalat lainnya, dan tidak ada perbedaan sedikit pun (Ahkamul Idain, hal. 22)
Orang yang Ketinggalan Shalat Id

Orang yang ketinggalan shalat Id berjamaah maka dia shalat dua rakaat.

Imam Bukhari mengatakan: Bab, apabila orang ketinggalan shalat Id maka dia shalat dua rakaat. (shahih Bukhari)

Atha’ bin Abi Rabah mengatakan:

إذا فاته العيد صلى ركعتين

Apabila ketinggalan shalat Id maka shalat dua rakaat. (HR. Bukhari)

Adapun orang yang meninggalkan shalat Id dengan sengaja, maka pendapat yang nampak dari Syaikhul Islam Ibn taimiyah; dia tidak disyariatkan untuk mengqadla’nya. (Majmu’ Al fatawa, 24/186)

Khotbah Id

Pertama, dilaksanakan setelah shalat

Dari Ibnu Umar, bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, abu bakar dan umar radliallahu ‘anhuma, mereka semua melaksanakan shalat sebelum khutbah. (HR. Bukhari dan muslim)

Dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan:

شهدت العيد مع رسول الله -صلى الله عليه وسلم-، وأبي بكر، وعمر، وعثمان رضى الله عنهم، فكلهم كانوا يصلون قبل الخطبة

Saya mengikuti shalat Id bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu bakar, Umar, dan Utsman radliallahu ‘anhum, mereka semua melaksanakan shalat sebelum khhutbah. (HR. Bukhari dan Muslim)

Kedua, khotib berdiri menghadap jamaah

dari Abu sa’id al-Khudri radliallahu ‘anhu, bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju lapangan shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Pertama kali yang beliau lakukan adalah shalat, kemudian beliau berbalik, berdiri menghadap jama’ah. Sementara para jamaah tetap duduk di barisan-barisan mereka. (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketiga, imam berkhutbah di tempat yang tinggi tanpa mimbar

dalam hadis jabir disebutkan:

قام النبي -صلى الله عليه وسلم- يوم الفطر، فصلى، فبدأ بالصلاة، ثم خطب، فلما فرغ نزل فأتى النساء فذكرهن

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ketika Idul Fitri, beliau mulai dengan shalat kemudian berkhutbah. Setelah selesai beliau turun kemudian mendatangi jamaah wanita…(HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Bukhari mengatakan: bab, datang di lapangan (hari raya) tanpa membawa mimbar. (shahih Al bukhari)

Imam Ibnul Qoyim mengatakan: Tidak diragukan, bahwa mimbar tidak dibawa dari masjid (ke lapangan). Orang yang pertama kali mengeluarkan mimbar ke masjid adalah Marwan bin Hakam, dan perbuatan beliau diingkari… (Zadul Maad, 1:425)

Keempat, termasuk sunah: khotib berceramah dengan memegang tongkat atau semacamnya

Dari Barra bin Azib radliallahu ‘anhu,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نُــووِل يَـــــــوم العيد قَــوساً فَــخَـــطَــب عليه

bahwa kami memberikan busur panah kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari raya dan beliau berkhutbah dengan memegangnya. (HR. Abu Dayd dan dishahihkan al-Albani)

Kelima, khutbah dimulai dengan membaca tahmid

Imam Ibnul Qoyim mengatakan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai semua khutbahnya dengan membaca tahmid. Dan tidak diriwayatkan dalam satu hadis-pun bahwa beliau memulai khutbahnya pada dua hari raya dengan melantunkan takbir…(Zadul Maad, 1:425)

Syaikhul Islam mengatakan: Tidak diriwayatkan dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau memulai khutbahnya dengan selain tahmid, baik khutbah id, khutbah istisqa’, maupun khutbah lainnya…(Majmu’ al-fatawa, 22/393)

Keenam, isi khotbah disesuaikan dengan situasi terkini

jika khutbahnya ketika Idul Adha maka sang khatib mengingatkan tentang Idul Adha dan rincian hukumnya, mengingatkan keutamaan 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah, memerintahkan untuk bertakwa dan menjaga ketaatan lainnya. Tidak selayaknya, kesempatan khutbah ini digunakan untuk mencela pemerintah atau ulama, menuduh mereka kafir atau fasiq, atau tema-tema khutbah lainnya yang dapat membangkitkan emosi masyarakat dan memicu kerusuhan.
Keringanan Untuk Tidak Mengikuti Khotbah

Dari Abdullah bin saib radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan: Saya mengikuti shalat Id bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, setelah selesai khutbah beliau bersabda:

إِنَّا نَـخطُب فَمَن أحَبَّ أَن يَـجلسَ للخُطْبةِ  فليَجلِسْ و مَن أَحَبّ أَن يَذهَب فليَذْهَب

“Saya akan menyampaikan khutbah. Siapa yang ingin duduk mendengarkan khutbah, silahkan dia duduk, dan Siapa yang ingin pulang sialahkan pulang.” (HR. Abu daud, an Nasa’i dan dishahihkan al-Albani)

Ibnul Qoyim mengatakan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan bagi orang yang mengikuti hari raya untuk duduk mendengarkan khutbah atau pulang….(Zadul Maad, 1/425)

Allahu a’lam

Ditulis oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)

Sumber : https://konsultasisyariah.com/14531-panduan-idul-adha.html

Tuesday, August 8, 2017

11 Adab Dalam Akad Nikah



Agar akad nikah Anda semakin berkah, berikut beberapa adab yang perlu diperhatikan:

Pertama, hindari semua hal yang menyebabkan ketidak-absahan akad nikah.
Karena itu, pastikan kedua mempelai saling ridha dan tidak ada unsur paksaan, pastikan adanya wali pihak wanita, saksi dua orang yang amanah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا نِكَاح إِلا بوَلِي وشَاهِدي عَدلٍ

“Tidak sah nikah, kecuali dengan wali (pihak wanita) dan dua saksi yang adil (amanah).” (HR. Turmudzi dan lainnya serta dishahihkan Al-Albani)

Kedua, dianjurkan adanya khutbatul hajah sebelum akad nikah.
Yang dimaksud khutbatul hajah adalah bacaan:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ( اتَّقُوا اللَّهَ الَّذِى تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا) (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ) ( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.

Dalil anjuran ini adalah hadis dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

عَلَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُطْبَةَ الْحَاجَةِ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا….

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami khutbatul hajah…-sebagaimana lafadz di atas – …(HR. Abu Daud 2118 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Syu’bah (salah satu perawi hadis) bertanya kepada gurunya Abu Ishaq, “Apakah ini khusus untuk khutbah nikah atau boleh dibaca pada kesempatatan yang lainnya.” “Diucapkan pada setiap acara yang penting.”  Jawab Abu Ishaq.

Sebagian orang beranggapan dianjurkannya mengucapkan khutbah ini ketika walimah, meskipun acara walimah tersebut dilaksanakan setelah kumpul suami istri.  Namun yang tepat –wallahu a’lam– anjuran mengucapkan khutbatul hajah sebagaimana ditunjukkan hadis Ibn Mas’ud radhiallahu ‘anhu adalah sebelum akad nikah bukan ketika walimah. (A’unul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud, 5:3 dan Tuhafatul Ahwadzi Syarh Sunan Turmudzi, 4:201). Wallahu a’lam.

Ketiga, tidak ada anjuran untuk membaca syahadat ketika hendak akad, atau anjuran untuk istighfar sebelum melangsungkan akad nikah, atau membaca surat Al-Fatihah.  Semua itu sudah diwakili dengan lafadz khutbatul hajah di atas. Tidak perlu calon pengantin diminta bersyahadat atau istighfar.

Keempat, hendaknya pengantin wanita tidak ikut dalam majlis akad nikah. Karena umumnya majlis akad nikah dihadiri banyak kaum lelaki yang bukan mahramnya, termasuk pegawai KUA. Pengantin wanita ada di lokasi itu, hanya saja dia dibalik tabir. Karena pernikahan dilangsungkan dengan wali si wanita. Allah Ta’ala mengajarkan,

وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ

“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (wanita yang bukan mahram), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al-Ahzab: 53)

Semua orang tentu menginginkan hatinya lebih suci, sebagaimana yang Allah nyatakan. Karena itu, ayat ini tidak hanya berlaku untuk para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tapi juga untuk semua mukmin.

Jika dalam kondisi normal dan ada lelaki yang hendak menyampaikan kebutuhan atau hajat tertentu kepada wanita yang bukan mahram, Allah syariatkan agar dilakukan di balik hijab maka tentu kita akan memberikan sikap yang lebih ketat atau setidaknya semisal untuk peristiwa akad nikah. Karena umumnya dalam kondisi ini, pengantin wanita dalam keadaan paling menawan dan paling indah dipandang. Dia didandani dengan make up yang tidak pada umumnya dikenakan.

Kesalahan yang banyak tersebar di masyarakat dalam hal ini, memposisikan calon pengantin wanita berdampingan dengan calon pengantin lelaki ketika akad. Bahkan keduanya diselimuti dengan satu kerudung di atasnya. Bukankah kita sangat yakin, keduanya belum berstatus sebagai suami istri sebelum akad? Menyandingkan calon pengantin, tentu saja ini menjadi pemandangan yang bermasalah secara syariah. Ketika Anda sepakat bahwa pacaran itu haram, Anda seharusnya sepakat bahwa ritual semacam ini juga terlarang.

Kelima, tidak ada lafadz khusus untuk ijab qabul. Dalam pengucapn ijab kabul, tidak disyaratkan menggunakan kalimat tertentu dalam ijab kabul. Akan tetapi, semua kalimat yang dikenal masyarakat sebagai kalimat ijab kabul akad nikah maka status nikahnya sah.

Lajnah Daimah ditanya tentang lafadz nikah. Mereka menjawab,
Semua kalimat yang menunjukkan ijab Kabul, maka akad nikahnya sah dengan menggunakan kalimat tersebut, menurut pendapat yang lebih kuat. Yang paling tegas adalah kalimat: ‘zawwajtuka’ dan ‘ankahtuka’ (aku nikahkan kamu), kemudian ‘mallaktuka’ (aku serahkan padamu). (Fatawa Lajnah Daimah, 17:82).

Keterangan selengkapnya bisa Anda dapatkan di: https://konsultasisyariah.com/ijab-kabul-akad-nikah/

Keenam, hindari bermesraan setelah akad di tempat umum
Pemandangan yang menunjukkan kurangnya rasa malu sebagian kaum muslimin, bermesraan setelah akad nikah di depan banyak orang. Kita sepakat, keduanya telah sah sebagai suami istri. Apapun yang sebelumnya diharamkan menjadi halal. Hanya saja, Anda tentu sadar bahwa untuk melampiaskan kemesraan ada tempatnya sendiri, bukan di tempat umum semacam itu.

Bukankah syariah sangat ketat dalam urusan syahwat? Menampakkan adegan semacam ini di muka umum, bisa dipastikan akan mengundang syahwat mata-mata masyarakat yang ada di sekitarnya. Hadis berikut semoga bisa menjadi pelajaran penting bagi kita.

Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhuma beliau menceritakan:

Fadhl bin Abbas (saudaranya Ibn Abbas) pernah membonceng Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di belakang beliau, karena tunggangan Fadhl kecapekan. Fadhl adalah pemuda yang cerah wajahnya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhenti di atas tunggangannya, untuk menjawab pertanyaan banyak sahabat yang mendatangi beliau. Tiba-tiba datang seorang wanita dari Bani Khats’am, seorang wanita yang sangat cerah wajahnya untuk bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnu Abbas melanjutkan,

فَطَفِقَ الفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا، وَأَعْجَبَهُ حُسْنُهَا، فَالْتَفَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا، فَأَخْلَفَ بِيَدِهِ فَأَخَذَ بِذَقَنِ الفَضْلِ، فَعَدَلَ وَجْهَهُ عَنِ النَّظَرِ إِلَيْهَا

Maka Fadhl-pun langsung mengarahkan pandangan kepadanya, dan takjub dengan kecantikannya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memalingkan wajah beliau, namun Fadhl tetap mengarahkan pandangannya ke wanita tersebut. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang rahang Fadhl dan memalingkan wajahnya agar tidak melihat si wanita…. (HR. Bukhari, no.6228)

Bagaimana sikap orang yang bertaqwa sekelas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak mengandalkan taqwanya, merasa yakin tidak mungkin terpengaruh syahwat, dst.. Beliau juga tidak membiarkan pemuda yang ada didekatnya untuk melakukan kesalahan itu. Beliau palingkan wajahnya. Apa latar belakangnya? Tidak lain adalah masalah syahwat. Apa yang bisa Anda katakan untuk kasus bermesraan pasca-akad nikah di tempat umum? Tentu itu lebih mengundang syahwat.

Ketujuh, adakah anjuran akad nikah di masjid?
Terdapat hadis yang menganjurkan untuk mengadakan akad nikah di masjid, hadisnya berbunyi:

أعلنوا هذا النكاح و اجعلوه في المساجد ، و اضربوا عليه بالدفوف

“Umumkan pernikahan, adakan akad nikah di masjid dan meriahkan dengan memukul rebana.” (HR. At Turmudzi, 1:202 dan Baihaqi, 7:290)

Hadis dengan redaksi lengkap sebagaimana teks di atas statusnya dhaif. Karena dalam sanadnya ada seorang perawi bernama Isa bin Maimun Al Anshari yang dinilai dhaif oleh para ulama, di antaranya Al Hafidz Ibn Hajar, Al Baihaqi, Al Bukhari, dan Abu Hatim. Akan tetapi, hadis ini memiliki penguat dari jalur yang lain hanya saja tidak ada tambahan “..Adakan akad tersebut di masjid..”. Maka potongan teks yang pertama untuk hadis ini, yang menganjurkan diumumkannya pernikahan statusnya shahih. Sedangkan potongan teks berikutnya statusnya mungkar. (As Silsilah Ad Dla’ifah, hadis no. 978).

Karena hadisnya dhaif, maka anjuran pelaksanaan walimah di masjid adalah anjuran yang tidak berdasar. Artinya syariat tidak memberikan batasan baik wajib maupun sunah berkaitan dengan tempat pelaksanaan walimah nikah. Syaikh Amr bin Abdul Mun’im Salim mengatakan, “Siapa yang meyakini adanya anjuran melangsungkan akad nikah di masjid atau akad di masjid memiliki nilai lebih dari pada di tempat lain maka dia telah membuat bid’ah dalam agama Allah.” (Adab Al Khitbah wa Al Zifaf, Hal.70)

Kedelapan, dianjurkan untuk menyebutkan mahar ketika akad nikah.
Tujuan dari hal ini adalah menghindari perselisihan dan masalah selanjutnya. Dan akan lebih baik lagi, mahar diserahkan di majlis akad. Meskipun ulama sepakat, akad nikah tanpa menyebut mahar statusnya sah.

Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan:

أَنَّ ذِكْرَ الْمَهْرِ فِي الْعَقْدِ لَيْسَ شَرْطًا لِصِحَّةِ النِّكَاحِ فَيَجُوزُ إِخْلاَءُ النِّكَاحِ عَنْ تَسْمِيَتِهِ بِاتِّفَاقِ الْفُقَهَاءِ

Menyebut mahar ketika akad bukanlah syarat sah nikah. Karena itu, boleh nikah tanpa menyebut mahar dengan sepakat ulama. (Mausu’ah fiqhiyah Kuwaitiyah, 39:151)

Hanya saja, penyebutan mahar dalam akad nikah akan semakin menenangkan kedua belah pihak, terutama keluarga.

Kesembilan, dianjurkan mengikuti prosedur administrasi akad nikah, sebagaimana yang ditetapkan KUA. Ini semua dalam rangka menghindari timbulnya perselisihan dan masalah administrasi negara. Hanya saja, sebisa mungkin proses pernikahan dimudahkan dan tidak berbelit-belit. Semakin mudah akad nikah, semakin baik menurut kaca mata syariah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خير النكاح أيسره

“Nikah yang terbaik adalah yang paling mudah.” (HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan Al-Albani)
Sifat mudah ini mencakup masalah nilai mahar, tata cara nikah, proses akad, dst.

Kesepuluh, tidak ada anjuran untuk melafadzkan ijab kabul dalam sekali nafas, sebagaimana anggapan sebagian orang. Karena inti dari ijab qabul akad nikah adalah pernyataan masing-masing pihak, bahwa wali pengantin wanita telah menikahkan putrinya dengannya, dan pernyataan kesediaan dari pengantin laki-laki.

Mengharuskan akad nikah dan ijab kabul dengan harus satu nafas bisa disebut pemaksaan yang berlebihan.

Kesebelas, doa selepas akad nikah.
Dianjurkan bagi siapapun yang hadir ketika peristiwa itu, untuk mendoakan pengantin. Di antara lafadz doa yang dianjurkan untuk dibaca adalah

بَارَكَ اللَّهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي الْخَيْرِ

“Semoga Allah memberkahimu di waktu senang dan memberkahimu di waktu susah, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.”

Dinyatakan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,

أن النبى صلى الله عليه وسلم  :” كَانَ إِذَا رَفَّأَ الْإِنْسَانَ إِذَا تَزَوَّجَ قَالَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي الْخَيْرِ

“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila hendak memberikan ucapan selamat kepada orang yang menikah, beliau mendoakan: baarakallahu laka…dst.” (HR. Turmudzi, Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani)

Dari A’isyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan,

تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم   فَأَتَتْنِي أُمِّي فَأَدْخَلَتْنِي الدَّارَ فَإِذَا نِسْوَةٌ مِنَ الْأَنْصَارِ فِي الْبَيْتِ فَقُلْنَ عَلَى الْخَيْرِ وَالْبَرَكَةِ وَعَلَى خَيْرِ طَائِرٍ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku, kemudian ibuku mendatangiku dan mengajakku masuk ke dalam rumah. Ternyata di dalamnya terdapat banyak wanita Anshar. Mereka semua mendoakan kebaikan, keberkahan karena keberuntunganku. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com


Sumber :  https://konsultasisyariah.com/11224-adab-adab-dalam-akad-nikah.html