Tuesday, October 20, 2009

Menikah beda agama


Apakah seorang muslim boleh menikahi wanita non muslim? Dalam hukum Islam, wanita non muslim itu terbagi menjadi 4 golongan.

1. Wanita yang Musyrik (Musyrikah atau Animis /Paganis)

2. Wanita yang tak mengakui adanya tuhan atau Atheis (Mulhidah)

3. Wanita yang Murtad dari agama Islam (Murtaddah)

4. Wanita ahlu al kitab (beragama yahudi atau nasrani)

Dari keempat golongan wanita di atas, Islam menghalalkan pernikahan hanya bagi wanita Ahlu Kitab. Sedangkan wanita dari golongan selain Ahli Kitab maka Islam melarang menikahinya.

1. Musrikah. Yang dimaksud dengan musyrikah adalah penyembah berhala (animisme/paganisme). Hukum Islam melarang bagi seorang muslim untuk menikahi seorang muysrikah/animis/paganis. Hal itu diterangkan dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 221. Hikmah dari pengharaman tersebut sangatlah jelas, yaitu ketidakcocokan antara Islam dan animisme. Yang mana aqidah tauhid sangat mencela animisme dan kelompok animisme tidak mempunyai kitab samawi serta Nabi yang diutus oleh Tuhan. Hal ini sangat bertentangan sekali dengan ajaran-ajaran dasar agama Islam. Sebagaimana yang tertulis di ayat 221 yang terakhir surat albaqoroh sehingga apabila terjadi pernikahan antara seorang muslim dan musyrikah maka yang akan terjadi di dalam kehidupan berumah tangganya adalah pertengkaran dan pertengkaran.

2. Mulhidah, yang dimaksud dengan mulhidah adalah wanita yang tidak beragama dan tidak mengakui adanya Tuhan, kenabian, kitab suci dan akherat. Atau disebut atheis. Lelaki muslim diharamkan menikahi wanita atheis. Ini karena wanita atheis kedudukannya leb ih buruk dibanding wanita yang musrik, yang mana wanita musyrikah masih mengakui adanya tuhan, kenabian, kitab suci dan akherat. Tetapi mereka menduakan Tuhan di dalam penyembahan. Mereka (musyrikah) diharamkan menikahinya apalagi bagi wanita yang sama sekali tidak mengakui adanya tuhan. Maka pengharaman untuk menikahinya lebih diutamakan.

3. Murtaddah, yang dimaksud dengan murtad adalah individu yang menjadi kufur setelah iman, baik kekefurannya itu berupa perpindahan keyakinan atau agama, atau sama sekali tidak memeluk agama. Kemurtadan di dalam Islam memiliki hukum-hukum yang berkenaan dengan akherat (seperti yang tertera dalam al-Quran surat al-Baqoroh 217), dan hukum-hukum yang berkenaan dengan dunia. Seperti orang yang murtad tidak mendapat perlindungan dari masyarakat Islam, dan diharamkan adanya hubungan perkawinan antara seorang muslim dan murtaddah ataupun sebaliknya. Dan apabila terjadi perkawinan diantara keduanya maka pernikahannya tidak sah. Dan jika kemurtadan itu timbul setelah terjadinya perkawinan, maka suami dan istri tersebut harus dipisahkan dan hukum ini sudah disepakati oleh para ahli fiqh.

4. Ahli Kitab, jumhur ulama ahlussunnah menyatakan bahwa pernikahan seorang muslim dengan wanita Ahlu Kitab diperbolehkan/halal hukumnya. Yaitu berlandaskan al-Quran ayat 5 surat al-Maidah. Para ulama juga melihat bahwa ahlli kitab saat ini juga termasuk dalam ayat tersebut. Penting untuk diketahui juga, pembolehan Islam terhadap pernikahan wanita Ahli Kitab didasari oleh dua perkara, yaitu :

1. Bahwa wanita Ahli Kitab memiliki kesatuan sumber agama dengan agama Islam, dan diapun (wanita ahli Kitab) beriman kepada Tuhan dan nabi-nabinya serta beriman pula akan adanya hari pembalasan dan akherat.

2. Bahwa wanita Ahli Kitab yang dikawini oleh seorang muslim, maka dia akan hidup di bawah naungan suaminya yang muslim dan tunduk terhadap undang-undang masyarakat Islam. Sehingga lama kelamaan wanita tersebut akan terpengaruh dengan ajaran-ajaran Islam. Dan sangat diharapkan agar wanita tersebut dapat memeluk Islam setelah sekian lama ia hidup di dalam masyarakat muslim.

sumber : http://www.pesantrenvirtual.com

0 comments:

Post a Comment